Alergi kulit, dengan segala bentuk manifestasinya, seringkali membawa serta gejala yang paling mengganggu: gatal yang intens. Ketika gatal ini memburuk, terutama di malam hari, ia dapat memicu gangguan tidur akut, merampas kualitas istirahat yang sangat dibutuhkan tubuh untuk regenerasi. Rasa gatal yang tak tertahankan ini menjadi siklus penderitaan, di mana kurang tidur memperburuk gatal, dan gatal memperparah kurang tidur.
Fenomena gangguan tidur akut akibat gatal alergi terjadi karena berbagai faktor. Suhu tubuh cenderung meningkat di malam hari, yang dapat memperburuk sensasi gatal pada kulit yang meradang. Selain itu, pada malam hari, tidak ada distraksi dari aktivitas siang hari, sehingga perhatian penuh penderita terfokus pada rasa gatal. Hal ini memicu keinginan untuk menggaruk, yang justru memperparah iritasi dan peradangan. Akibatnya, penderita kesulitan untuk tertidur atau sering terbangun di tengah malam. Sebagai contoh, seorang ibu rumah tangga bernama Ibu Lia (40 tahun) yang menderita eksim atopik, melaporkan bahwa ia hanya bisa tidur 3-4 jam per malam selama periode alerginya kambuh, yang terjadi paling parah di bulan Mei 2025.
Dampak dari gangguan tidur akut ini sangat luas. Secara fisik, kurang tidur menyebabkan kelelahan kronis, penurunan energi, dan melemahnya sistem kekebalan tubuh. Hal ini dapat memperburuk kondisi alergi itu sendiri, menciptakan lingkaran setan. Secara kognitif, konsentrasi dan daya ingat menurun, memengaruhi produktivitas di tempat kerja atau kinerja akademik. Secara emosional, kurang tidur yang berkepanjangan dapat memicu stres, kecemasan, bahkan depresi. Sebuah survei yang dilakukan oleh Asosiasi Dermatologi Indonesia pada tanggal 20 April 2025 menunjukkan bahwa 75% penderita alergi kulit kronis mengalami gangguan tidur signifikan.
Untuk mengatasi gangguan tidur akut yang disebabkan oleh gatal alergi, diperlukan pendekatan komprehensif. Pertama, penanganan medis terhadap alergi itu sendiri adalah prioritas. Ini mungkin melibatkan penggunaan antihistamin oral (terutama yang memiliki efek sedatif ringan jika diperlukan), kortikosteroid topikal, atau terapi lain yang direkomendasikan dokter kulit. Kedua, modifikasi gaya hidup dan lingkungan tidur sangat membantu: menjaga kamar tidur sejuk, menghindari pemicu alergi di tempat tidur (seperti tungau debu), dan menggunakan pakaian tidur yang longgar dan berbahan katun. Dokter kulit, dr. Anton Wijaya, Sp.KK, dalam edukasi daring pada hari Selasa, 15 Maret 2025, menyarankan untuk mandi air hangat sebelum tidur dan menggunakan pelembap setelahnya untuk menenangkan kulit. Bahkan, dalam beberapa kasus, sosialisasi kesehatan terkait kualitas tidur ini dapat melibatkan kerja sama dengan petugas kesehatan masyarakat, dan jika ada isu keamanan obat tidur, dapat berkoordinasi dengan pihak kepolisian atau badan pengawas obat.
Dengan penanganan yang tepat dan kebiasaan tidur yang sehat, gangguan tidur akut akibat gatal alergi dapat dikelola, memungkinkan penderita untuk mendapatkan istirahat yang berkualitas dan meningkatkan kesejahteraan hidup mereka.